Kamis, 27 September 2012

Garda Bangsa Tawarkan Solusi Atasi Tawuran Pelajar

Jakarta - Fenomena tawuran antar pelajar harus mendapat atensi khusus dari berbagai pihak. Apalagi, tindakan barbar ini sudah mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. Tidak boleh lagi ada nyawa generasi penerus bangsa melayang sia-sia.
Sehubungan dengan hal itu, Dewan Koordinasi Nasional (DKN) Garda Bangsa telah melakukan identifikasi masalah tawuran antar pelajar dan merumuskan solusi yang tepat untuk memutus mata rantainya.
Ketua Umum DKN Garda Bangsa M Hanif Dhakiri menjelaskan, tawuran merupakan salah satu bentuk perilaku agresi untuk melawan dengan sangat kuat, berkelahi, melukai, menyerang, atau membunuh orang lain. Bila ditinjau dari segi usianya, pelajar yang sedang menempuh pendidikan di SLTP maupun SLTA sedang mengalami periode yang sangat potensial bermasalah.
“Pada fase ini, pelajar atau remaja sering digambarkan sebagai storm and drang (topan dan badai) yang mudah tersulut emosi  dan menglami  tekanan jiwa, sehingga perilaku mereka mudah menyimpang,” ujar anggota Komisi Pendidikan DPR tersebut.
Dalam situasi konflik dan problem ini, kata Hanif, remaja tergolong dalam sosok pribadi yang tengah mencari identitas dan membutuhkan tempat penyaluran kreativitas. Jika tempat penyaluran tersebut tidak ada atau kurang memadai, mereka akan mencari berbagai cara sebagai penyaluran. Salah satu eksesnya, yaitu tawuran.
Hanif menambahkan, fenomena tawuran antaqr pelajar seringkali disebabkan oleh beberapa faktor. Di antaranya, faktor keteladanan sosial masyarakat yang semakin memudar dan fenomena intoleransi sosial yang semakin tinggi yang acapkali dipertontonkan elit masyarakat dengan atau tanpa disengaja. Alhasil, situasi ini sedikit banyak berpengaruh terhadap aksi dan tindakan brutal para pelajar atau remaja.
Kemudian, menggejalanya tindak kekerasan (bullying) disekolah, baik yang dilakukan oleh guru kepada siswa maupun kekerasan yang terjadi di antara mereka, seperti menjadi faktor pemicu munculnya lingkaran setan kekerasan, di mana kekerasan yang ditimbulkan akan melahirkan kekerasan berikutnya.
Selain itu, tawuran antar pelajar juga terjadi lantaran lemahnya penanaman nilai pendidikan karakter di sekolah. Pendidikan moral dan agama mendapatkan tempat yang tidak proporsional dan terlampau sedikit dibandingkan pelajaran lain.
“Ironisnya, pendidikan moral keagamaan hanya bersifat formalistik, sanngat terbatas dan hanya menjejalkan pengetahuan nilai tanpa mengarah ke pembentukan karakter,” ujar politisi muda asal Salatiga itu.
Kondisi di atas, sambung Hanif, patut disayangkan, karena pendidikan moral sejatinya dapat menempa kepribadian siswa untuk menjadi individu  yang lebih baik, toleran dan mampu melahirkan sikap saling menghormati dan mengasihi antar peserta didik.
Selain hal-hal tersebut diatas, ruang berkreasi bagi para pelajar untuk menyalurkan hobi, bakat dan minatnya justru sangat terbatas dan tergerus oleh hiruk pikuk bisnis, termasuk di dalamnya adalah ruang publik yang bernama televisi.
Kecenderungan ruang publik (televisi) yang menjejali para remaja dan publik pada umumnya dengan nilai-nilai dan budaya materialism, hedonisme, konsumerisme. Bahkan, tayangan-tayangan kekerasan fisik lainnya tak jarang menjadi pemicu gagalnya internalisasi diri pelajar dalam menyelesaikan masalah-masalah disekelilingnya.
“Walhasil, tindakan brutal disetiap tawuran adalah jawaban dari kegagalan pelajar dalam melakukan adaptasi dengan lingkungan yang semakin kompleks,” paparnya.
Melihat fenomena tawuran antar pelajar yang semakin menghawatirkan, DKN Garda Bangsa memandang perlu adanya tindakan para elit masyarakat dan pemerintah sebagai pihak yang paling bertanggung jawab.
Yaitu, menghadirkan figur yang baik dan mentradisikan sikap santun, sebagai contoh dan suri tauladan bagi para remaja demi terciptanya suasana harmonis, toleran, saling menghormati dan mengasihi antar sesama.
Kemudian, mendesak pemerintah, dalam hal ini Kemendikbud, untuk membuat kebijakan-kebijakan di sekolah yang disertai dengan sistem pengawasan intensif dan terukur untuk mencegah dan menghentikan praktik bullying disekolah.
Selanjutnya, lembaga pendidikan/sekolah juga harus didorong berperan aktif dalam kegiatan belajar mengajar serta mengefektifkan kegiatan keorganisasian, ruang berkreasi baik intra maupun ektstra kurikuler sekolah yang aksesibel untuk semua.
Dan tak kalah pentingnya, lembaga pendidikan juga harus didorong untuk memperkuat pendidikan karakter dan budi pekerti yang berorientasi pada pembentukan sikap dan perilaku.
“Melihat pentingnya masa depan pelajar, DKN Garda Bangsa mengajak seluruh lapisan masyarakat turut serta melakukan kontrol serta menciptakan situasi kondusif demi terciptanya sikap saling hormat menghormati serta mengasihi antar sesama,” tutup Hanif.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar